Sabtu, 20 Juni 2009

Teknik dan Ilmu sebagai Ideologi


Kemajuan ilmu dan teknologi dewasa ini dapat dirasakan semakin membantu pada hampir segala aspek kehidupan manusia. Tetapi teknologi juga membuat segalanya menjadi serba instan, sehingga pola interaksi masyarakat tereduksi, pola berpikir dan kreativitas manusia berubah dan tidak berkembang. Namun manusia tidak menyadari dampak dari teknologi tersebut atau bahkan tidak memedulikannya. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi telah mengatur dan mendominasi manusia dengan sistem yang dihasilkannya.
Teknologi adalah produk dari modernisasi, dengan menciptakan teknologi manusia berharap menjadi semakin rasional. Inilah yang Weber sebut dengan rasionalitas-bertujuan, yang mana kemajuan ilmu dan teknik diciptakan untuk me-rasional-kan dan menjadikan modern masyarakat. Marcuse dalam Habermas (1990:45) mengkritik apa yang dinamakan Weber “rasionalisasi” tersebut merupakan suatu bentuk penyamaran terhadap kekuasaan-kekuasaan dan kepentingan-kepentingan politik yang ada di balik rasionalitas tersebut. Kepentingan dan kekuasaan bahkan sudah masuk ke dalam teknik itu sendiri, sehingga teknik dapat menggambarkan kepentingan yang menguasainya dan tujuan yang ingin dicapainya. Hal ini terlihat pada masyarakat kapitalis dengan industri yang sudah maju. Munculnya inovasi teknologi dan strategi dalam pencapaian tujuan dapat menguasai alam dan manusia yang kemudian menjadi suatu kekuatan produksi. Sistem kapitalis memberikan legitimasi dominasi ilmu dan teknologi demi tujuan dan kepentingan kelas-kelas tertentu. Dengan ilmu dan teknologi, kapitalis dapat menguasai manusia sebagai kekuatan produksi, maka kesadaran teknokratik (technocratic conciousness) menjadi ideologi, sikap hidup, dan cara berpikir baginya. Yang terjadi, manusia diarahkan dan diatur oleh dominasi ilmu dan teknologi yang diciptakaannya sendiri.
Habermas kemudian mengkritik Weber dan Marcuse yang mengartikan rasionalitas sebagai hasil dari ilmu dan teknologi, yang kemudian menjadi ideologi bagi masyarakat. Habermas merumuskan dua jenis tindakan, yaitu tindakan bertujuan rasional yang merupakan tindakan untuk menyesuaikan diri kepada aturan-aturan teknis, dan tindakan komunikatif yang merupakan tindakan untuk menyesuaikan diri pada norma-norma yang berlaku wajib (1990:59-60). Weber dan Marcuse melihat modernisasi sebagai hasil dari tindakan rasional bertujuan, salah satunya dengan menciptakan ilmu dan teknik agar manusia semakin rasional dan modern. Sedangkan Habermas mengusulkan tindakan komunikatif sebagai sebuah usaha modernisasi yang bisa dilakukan dengan interaksi melalui perantara simbol, tidak selalu dengan kegiatan ekonomi atau ‘kerja'. Dengan tindakan rasional komunikatif, masyarakat dapat saling memahami apa yang benar-benar dibutuhkannya, kemudian menjadi modern bersama-sama (rasional dari bawah).
Selain itu, pada setiap ilmu juga terdapat kepentingan-kepentingan yang melatarbelakanginya, sehingga ilmu tidak selalu bebas nilai. Habermas membedakan ilmu menjadi tiga jenis, yaitu ilmu empiris-analitis, ilmu historis-hermeneutis (hal. 157), dan ilmu tindakan (hal. 168). Yang mana ilmu-ilmu tersebut memiliki kepentingan masing-masing. Teori bukannya membebaskan pengetahuan dan kepentingan, melainkan menutupi kepentingan-kepentingan yang sebenarnya (hal. 162).

KESIMPULAN
Pada saat ini, masyarakat telah dipuaskan dengan segala macam yang instan dan serba mesin, baik dari komputerisasi pada hampir segala aspek kehidupan, makanan cepat saji, video-video game dan televisi yang selalu menampilkan dunia yang dianggap sebagai suatu kenyataan dan kebenaran. Semua itu merupakan hasil dari ilmu dan teknologi yang tidak memedulikan aspek-aspek kehidupan manusia yang akan semakin luntur. Penciptaan ilmu dan teknologi diatasnamakan sebagai bentuk rasionalisasi dan modernisasi, namun dibalik ilmu dan teknologi yang menguasai manusia tersebut terdapat kekuasaan dan kepentingan (Marcuse dalam Habermas, 1990). Habermas memberikan solusi dengan cara meletakkan dominasi ilmu dan teknik pada tindakan komunikatif, sehingga keduanya dapat kembali pada tujuan praksis hidup manusia. Hanya sebagai fasilitas dan alat bantu, bukan yang menguasai, dan manusia harus tetap memegang kendali. Karena segala bentuk ilmu dan teknologi akan menjadi irasional jika hanya sampai pada tujuan rasional tanpa dikaitkan dengan tindakan komunikatif.


DAFTAR PUSTAKA

Habermas, Jurgen. 1990. Ilmu dan Teknologi sebagai Ideologi. LP3ES: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengalaman Melahirkan Anak Kedua dengan Metode ERACS

 Beberapa hari sebelum lahiran, ada video viral seorang artis yang mengaku 2 jam setelah melahirkan secara C-section sudah bisa duduk, 4 jam...