Mengutip ulasan mas bojo di caption IG-nya beberapa bulan setelah menikah.
Isinya:
"Selamat datang di indonesia, dimana pernikahan dengan "gengsi" merupakan hal segalanya. Dimana kata "mapan" menjadi syarat wajib pernikahan, Dimana "apa kata orang" menjadi landasan utama dari kedua hal diatas.
Paradigma tsb sudah melekat menjadi budaya kita saat ini.Bagaimana jika gengsi tsb dihilangkan? Tak perlu mapan, dan tak mempedulikan kata orang?
Apakah pernikahan tidak bisa terjadi?
Pernikahan kami sederhana, mengundang keluarga dan beberapa sahabat saja. bahkan teman2 pun banyak yang tidak kami undang. Entah dibilang tipis, gak inget temen atau apalah. Bukan "balik modal" yang kita cari, tapi kebarokahan pernikahan.
And here we are! Alhamdulillah. Alloh gak main2 sama rezeki yang akan menyertainya jika menikah karena ibadah.
Berdua saja di dua tanah Harom. Umroh berdua, towaf berdua, lari "ngincik" bareng sambil pegangan tangan saat lampu hijau pada saat sai di sofa-marwah, bisa merasakan mencium hajar aswad, bisa saling menjaga saat berdesakan demi sholat di dalam ka'bah (hijr ismail), merasakan berada di sof pertama sedunia, bisa sholat 100.000 kali lipat, berada di taman surga, melihat makam Rosululloh SAW beserta istri dan sahabat2nya, dan melihat sejarah penting lainnya yang selama ini hanya bisa didengar dan dibaca melalui Quran-Hadist.
Ini bukan sombong, Riya', atau apalah orang menanggapi ini. Saya hanya mencoba memberikan persepsi lain dari sebuah pernikahan.
Ini hidup kita rek, kita yang memutuskan. Bukan mereka.
Ayo nikaaaaah!! "
Atau postingan ini, yang masih bahas tema senada
Sudah satu tahun pernikahan resmi kami, anak pun sudah berumur 2 bulan, tapi masih ada aja yang bahas "lho kok sudah punya anak? Kapan hamilnya? Kapan nikahnya? Kok gak undang-undang". Gak cuma ke aku dan mas bojo pribadi, tapi pertanyaan itu lebih banyak ditujukan kepada orang tua kami (yang memang banyak memiliki relasi).
Postingan pertama mas bojo memang berusaha menjelaskan kepada khalayak ramai (?) dibalik alasan pernikahan kami yang terkesan 'gak undang-undang'. Banyak alasan selain tidak ingin menghambur-hamburkan uang dengan resepsi.
Begini ceritanya.. (kamera zoom in, zoom out)(?)
Awalnya kami sudah berencana mengadakan pernikahan di tahun 2016 setelah mas bojo dinyatakan sebagai pegawai di perusahaannya dan menurut peraturan sudah diperbolehkan menikah. Tapi sayangnya, karena OJT kemarin (9 bulan lamanya) tidak dianggap sebagai pegawai, maka mas bojo belum punya jatah cuti karena belum dianggap satu tahun bekerja sebagai pegawai. Maka untuk menikah, kami harus mencari tanggal merah atau hari sabtu-minggu saat libur kerja. Padahal rencana awal pengen nikah gratis di KUA pas weekday hahaha kalo weekend atau hari libur kan bayar jadinya.
Beberapa bulan berlalu masih belum ada tanggal yang pasti kapan pernikahan akan dilangsungkan, belum ada rencana bagaimana pernikahan akan digelar. Sambil menunggu kami berdua hanya bisa nyicil apa yang kita bisa cicil, seperti belanja isi seserahan. Karena LDR, kami cuma bisa ngobrolin rencana dan rencana, bahkan banyak berdebatnya daripada diskusinya.
Bulan Desember, mas bojo nyempetin pulang. Dan aku sudah menyusun rencana untuk hunting souvenir, gedung, dll untuk kebutuhan pernikahan. Tapi sore itu, kedua orang tua minta waktu untuk diskusi sendiri tentang pernikahan. Gak lama, kami pun dipanggil dan dalam beberapa menit tadi kami diberi pilihan (yang sedikit memaksa).
Pilihan yang pertama tentang tanggal pernikahan, ada dua tanggal yang ditunjuk dan sama-sama hari sabtu. Dan tanggal lain dimana aku harus diboyong ke Jakarta.
Pilihan yang kedua, kami disuruh memilih pernikahan dengan resepsi mewah yang menghabiskan uang puluhan juta, atau pernikahan sederhana tanpa resepsi, tapi kami diberikan hadiah untuk umroh berdua dan sejumlah uang untuk kontrak rumah.
Tak dipungkiri, mereka sedikit memaksa di pilihan terakhir, terutama Mama. Mama dengan jujur bilang, bakal pusing dan ribet kalo ngurusin resepsi, belum lagi sama omongan orang. Petuah Mama hari itu, "omongan orang itu gak ada abisnya, pake resepsi di celatu (di hina), gak pake resepsi ya di celatu. Kan sama aja. Kalopun dihina orang, toh paling cuma sebentar, terus kamu di Jakarta udah gak denger lagi". Bener juga sih..
Tak memungkiri juga, sebagai anak pertama dan perempuan satu-satunya aku juga punya pernikahan impianku sendiri, walaupun tak berharap mewah. Papa pun sebenarnya ingin mengabulkan pernikahan impianku. Agak nyesek juga saat itu, jujur. Tapi sudah diputuskan, butuh beberapa saat sampai tenang dan bisa berfikir bahwa keputusan ini adalah qodarullah, keputusannya Alloh lewat kedua orang tua kami, dan apa yang Alloh berikan adalah yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Memang tidak sesuai keinginanku, tapi ternyata memang ini yang aku butuhkan.
Akhirnya diputuskanlah tanggal 5 Maret 2016 sebagai tanggal pernikahan kami akan dilangsungkan, dan tanggal 6 Maret (besoknya) aku langsung diboyong ke Jakarta. Jangankan orang lain, bapak mertua pun heran kenapa buru-buru diboyong kesana setelah menikah? Kan masih bisa beberapa waktu untuk persiapan. Jawabannya sederhana, Mama pengen aku cepet pergi dari rumah biar gak kepikiran lagi dan ilang satu tanggungannya wkwkwkwk 😂
Duh gusti, begitulah punya Mama rock n roll. Bahkan persiapan pun dilakukan 2 minggu sebelum hari H, dengan alasan "Mama gak mau mikir dari jauh-jauh hari, kalo Mama mikir maag Mama kumat". Subhanallah 😂 padahal aku udah ketir-ketir kok gak ada persiapan apa-apa sampai 2 minggu sebelum hari H, jadi dinikahin gak nih.. Yang siap cuma surat-surat di KUA. Tiba-tiba langsung disuruh ngelist undangan yang cuma terdiri dari keluarga inti (keluarga besar pun gak masuk list, karena sama aja kayak bikin resepsi gede-gedean sangking banyaknya tu keluarga), tetangga, sahabat, dan beberapa teman dan relasi yang dekat saja. Jumlahnya hanya 200 orang, bukan 200 undangan lho yaa.. ini sudah hitungan orang, karena kami list satu persatu keluarga dan undangan yang 'mungkin' akan datang. Setelah ketemu jumlahnya, pesen catering H-seminggu. Baju jadi, H-5 hari. Janji rias, H-4 hari. Undangan jadi, H-3 hari. Pesen terop dan kursi, H-2 hari. H-1 hari, terop di pasang, catering sudah menata meja, rumah dibersihkan.
Semua serba mendadak, seperti yang diinginkan Mama biar maag-nya gak kumat 😂 dan Alhamdulillah semua berjalan lancar seperti yang pernah aku ceritakan disini.
H+1 pernikahan, aku sudah terbang ke Jakarta untuk mengarungi bahtera rumah tangga berdua saja. Halah lebay ngett.
Masih banyak beberapa temen yang protes kenapa gak bilang-bilang dan gak undang-undang. Dan mas bojo bikin postingan trsebut setelah H+2 bulan pernikahan kami akhirnya jadi berangkat umroh. Benar-benar ini yang kami butuhkan. Menikah untuk menyempurnakan agama, dilanjutkan dengan ibadah. Sebulan setelah umroh Alloh karuniai janin dalam kandungan. 9 bulan berlalu, lahir di dunia anak yang gendut , sehat dan lucu. Nikmat mana yang kau dustakan??
Menikah tanpa resepsi? Why not?
Resepsi hanya budaya dan gengsi. Mungkin kalian seperti aku yang awalnya punya pernikahan impian, tapi percayalah Alloh akan beri apa yang lebih kita butuhkan daripada yang kita inginkan. Daripada duit untuk resepsi yang butuh puluhan juta bahkan ratusan juta, kemudian kehidupan pernikahan setelahnya berbanding terbalik seperti resepsinya yang mewah? Yaa kecuali kalo kalian atau orang tua kalian berlebih sih hartanya.. itupun masih 'eman' alias sayang yaa duitnya cuma buat pesta sehari. Kalo ada yang penasaran pernikahan kami habis berapa duit? Ssstt.. sini aku bisikin. Cuma 20 jutaan lho. Sudah biaya nikah di luar KUA yang 600rb itu, catering, terop, kursi, kue untuk souvenir, tanpa kursi kuade ataupun gonjreng-gonjreng hiburan.
Yang jelas kini kami bahagia, menikah tanpa resepsi, hanya akad bersama keluarga dan kerabat terdekat. Sakral dan hangat. Sederhana tapi indah. Kehidupan pernikahan kami juga tidak mewah, karena kami merintis dari nol, tapi rezeki selalu ada dan alhamdulillah tak pernah kekurangan. Itu sudah janji Alloh yang akan memberi rezeki, salah satunya dengan menikah. Jadi, kapan kalian nikah? 😉
Beberapa bulan berlalu masih belum ada tanggal yang pasti kapan pernikahan akan dilangsungkan, belum ada rencana bagaimana pernikahan akan digelar. Sambil menunggu kami berdua hanya bisa nyicil apa yang kita bisa cicil, seperti belanja isi seserahan. Karena LDR, kami cuma bisa ngobrolin rencana dan rencana, bahkan banyak berdebatnya daripada diskusinya.
Bulan Desember, mas bojo nyempetin pulang. Dan aku sudah menyusun rencana untuk hunting souvenir, gedung, dll untuk kebutuhan pernikahan. Tapi sore itu, kedua orang tua minta waktu untuk diskusi sendiri tentang pernikahan. Gak lama, kami pun dipanggil dan dalam beberapa menit tadi kami diberi pilihan (yang sedikit memaksa).
Pilihan yang pertama tentang tanggal pernikahan, ada dua tanggal yang ditunjuk dan sama-sama hari sabtu. Dan tanggal lain dimana aku harus diboyong ke Jakarta.
Pilihan yang kedua, kami disuruh memilih pernikahan dengan resepsi mewah yang menghabiskan uang puluhan juta, atau pernikahan sederhana tanpa resepsi, tapi kami diberikan hadiah untuk umroh berdua dan sejumlah uang untuk kontrak rumah.
Tak dipungkiri, mereka sedikit memaksa di pilihan terakhir, terutama Mama. Mama dengan jujur bilang, bakal pusing dan ribet kalo ngurusin resepsi, belum lagi sama omongan orang. Petuah Mama hari itu, "omongan orang itu gak ada abisnya, pake resepsi di celatu (di hina), gak pake resepsi ya di celatu. Kan sama aja. Kalopun dihina orang, toh paling cuma sebentar, terus kamu di Jakarta udah gak denger lagi". Bener juga sih..
Akhirnya diputuskanlah tanggal 5 Maret 2016 sebagai tanggal pernikahan kami akan dilangsungkan, dan tanggal 6 Maret (besoknya) aku langsung diboyong ke Jakarta. Jangankan orang lain, bapak mertua pun heran kenapa buru-buru diboyong kesana setelah menikah? Kan masih bisa beberapa waktu untuk persiapan. Jawabannya sederhana, Mama pengen aku cepet pergi dari rumah biar gak kepikiran lagi dan ilang satu tanggungannya wkwkwkwk 😂
Duh gusti, begitulah punya Mama rock n roll. Bahkan persiapan pun dilakukan 2 minggu sebelum hari H, dengan alasan "Mama gak mau mikir dari jauh-jauh hari, kalo Mama mikir maag Mama kumat". Subhanallah 😂 padahal aku udah ketir-ketir kok gak ada persiapan apa-apa sampai 2 minggu sebelum hari H, jadi dinikahin gak nih.. Yang siap cuma surat-surat di KUA. Tiba-tiba langsung disuruh ngelist undangan yang cuma terdiri dari keluarga inti (keluarga besar pun gak masuk list, karena sama aja kayak bikin resepsi gede-gedean sangking banyaknya tu keluarga), tetangga, sahabat, dan beberapa teman dan relasi yang dekat saja. Jumlahnya hanya 200 orang, bukan 200 undangan lho yaa.. ini sudah hitungan orang, karena kami list satu persatu keluarga dan undangan yang 'mungkin' akan datang. Setelah ketemu jumlahnya, pesen catering H-seminggu. Baju jadi, H-5 hari. Janji rias, H-4 hari. Undangan jadi, H-3 hari. Pesen terop dan kursi, H-2 hari. H-1 hari, terop di pasang, catering sudah menata meja, rumah dibersihkan.
Semua serba mendadak, seperti yang diinginkan Mama biar maag-nya gak kumat 😂 dan Alhamdulillah semua berjalan lancar seperti yang pernah aku ceritakan disini.
H+1 pernikahan, aku sudah terbang ke Jakarta untuk mengarungi bahtera rumah tangga berdua saja. Halah lebay ngett.
Masih banyak beberapa temen yang protes kenapa gak bilang-bilang dan gak undang-undang. Dan mas bojo bikin postingan trsebut setelah H+2 bulan pernikahan kami akhirnya jadi berangkat umroh. Benar-benar ini yang kami butuhkan. Menikah untuk menyempurnakan agama, dilanjutkan dengan ibadah. Sebulan setelah umroh Alloh karuniai janin dalam kandungan. 9 bulan berlalu, lahir di dunia anak yang gendut , sehat dan lucu. Nikmat mana yang kau dustakan??
Resepsi hanya budaya dan gengsi. Mungkin kalian seperti aku yang awalnya punya pernikahan impian, tapi percayalah Alloh akan beri apa yang lebih kita butuhkan daripada yang kita inginkan. Daripada duit untuk resepsi yang butuh puluhan juta bahkan ratusan juta, kemudian kehidupan pernikahan setelahnya berbanding terbalik seperti resepsinya yang mewah? Yaa kecuali kalo kalian atau orang tua kalian berlebih sih hartanya.. itupun masih 'eman' alias sayang yaa duitnya cuma buat pesta sehari. Kalo ada yang penasaran pernikahan kami habis berapa duit? Ssstt.. sini aku bisikin. Cuma 20 jutaan lho. Sudah biaya nikah di luar KUA yang 600rb itu, catering, terop, kursi, kue untuk souvenir, tanpa kursi kuade ataupun gonjreng-gonjreng hiburan.
Yang jelas kini kami bahagia, menikah tanpa resepsi, hanya akad bersama keluarga dan kerabat terdekat. Sakral dan hangat. Sederhana tapi indah. Kehidupan pernikahan kami juga tidak mewah, karena kami merintis dari nol, tapi rezeki selalu ada dan alhamdulillah tak pernah kekurangan. Itu sudah janji Alloh yang akan memberi rezeki, salah satunya dengan menikah. Jadi, kapan kalian nikah? 😉
Tidak ada komentar:
Posting Komentar