Senin, 01 Mei 2017

Perjalanan Umroh 2016

Gak terasa, sudah satu tahun berlalu sejak perjalanan umroh pertama kami (semoga ada umroh-umroh berikutnya).
Hadiah yang dijanjikan Bapak (mertua) karena pernikahan kami dibikin sederhana, sebagai gantinya kami diberikan perjalanan umroh ini, alhamdulillah lebih barokah.
Bandara Soekarno-Hatta
Tanggal 1 Mei 2016 kami berangkat dari Jakarta, berangkat menjelang maghrib. Setelah menempuh selama kurang lebih 9 jam perjalanan udara sampailah di Jeddah sekitar pukul 2 dini hari.
Bandara King Abdul Aziz
Di atas pesawat pun kami sudah melakukan miqat, niat umroh dan memakai pakaian ihrom setelah melewati Yalamlam. Karena Tidak seperti perjalanan umroh umumnya yang ke Madinah dulu, tapi karena ada perubahan jadwal sehingga kita harus ke Mekkah dulu. Dari bandara, kami menuju ke Mekkah menggunakan bis dan langsung ke hotel sekitar 2-3jam perjalanan, yang akhirnya kami ketinggalan sholat subuh di Masjidil Haram.

Setelah sholat subuh di hotel, istirahat sebentar, kemudian sarapan. Jam 7 tepat rombongan menuju Masjidil Haram. Hotel kami sekitar 1km dari Masjidil Haram dengan jalan kaki.
Di depan Masjidil Haram, masih menunggu seluruh rombongan terkumpul semua, ucapan talbiyah pun terus terucap.
Saat masuk Masjidil Haram melalui pintu 88, rasanya deg-degan, melihat Masjid yang begitu megah dan indahnya yang mungkin gak pernah terbayang sebelumnya, tempat yang selalu ada dalam doa "Allohumma balighna Makkah..". Dari jauh samar-samar terlihat ka'bah, kiblat sholat seluruh muslim di dunia, bangunan yang fotonya terpampang di dinding kamar sebagai salah satu "wish list place"  dari dulu dan ada tambahan tulisan dibawahnya "Insyaalloh sama suami", sekarang ada di depan mata. Bulu kuduk berdiri, berdoa melihat ka'bah sambil berderai air mata, tak tertahankan sudah rasa syukur ini. Cuaca sedang cerah, karena masih pagi, udara masih segar, menambah semua hal tampak seperti mimpi.
Karena masih pagi, Masjidil Haram agak sepi (walaupun sepinya ya gak sepi beneran). Orang tawaf tidak begitu ramai, sehingga gak lama kami bisa menyelesaikan 7x putaran tawaf dan sholat di belakang maqam Ibrahim. Setelah doa sebanyak-banyaknya, terutama doa-doa titipan karena disana adalah salah satu tempat mustajabnya doa, lanjut menuju ke bukit Safa.
Sebagai tips dalam menjalankan Umroh, jangan bingung ngikutin rombongan, karena kadang mutawif pengen cepet kelar aja umrohnya, sampe lari-larian. Padahal ada tempat-tempat mustajab untuk berdoa, seperti di belakang maqam Ibrahim (setelah sholat 2 rakaat), bukit Safa-Marwah (tepat di atasnya), dan setelah minum air zamzam tentunya juga mustajab untuk berdoa. Selain itu, ada Multazzam dan Hijr Ismail.
Lampu Hijau bekas banjir antara bukit Safa-Marwa
Salah satu keseruan kami disana, saat harus lari ngincik di bawah lampu hijau tanda bekas banjir antara bukit Safa-Marwa, kami gandengan tangan sambil melafadzkan doanya dan gak lupa senyum-senyum sendiri ngeliat kelakuan kami.
Bukit Marwa
Kami sudah terpisah dari rombongan, karena lebih memilih memuas-muaskan berdoa di atas bukit Safa-Marwa, yang mana rombongan dan Mutawif-nya hanya melewati tanpa berhenti. Untuk umroh di hari pertama memang disarankan selalu bersama rombongan agar tidak ada yang hilang, tertinggal, atau mungkin tidak tahu urut-urutan ibadah umroh. Sekitar 2 jam, umroh pertama kami selesai.
Masih ada waktu menunggu adzan dhuhur, kami kembali ke hotel. Sebenernya aku yang gak kuat, dalam perjalanan selama itu di pesawat aku gak bisa tidur. Jadi setelah umroh kayak capek banget, ngantuk, gak kuat, jadi paling engga tidur sebentar. Saya sarankan, sebisa mungkin tidur dan istirahat saat di perjalanan.
Bubaran Sholat Isya
Karena jadwal hari itu hanya umroh saja, setelahnya kami puaskan shalat fardhu dhuhur-ashar-maghrib-isya di Masjidil Haram sambil membaca situasi. Mencoba tawaf setelah sholat itu penuh sekali, terutama setelah sholat Maghrib dan Subuh karena orang lokal pun berbondong-bondong untuk tawaf.
Di atas Atap Masjidil Haram
Ada cerita unik yang sempat kami alami. Ntah karena hari pertama, jadi kami belum tau betul posisi dan lokasi di Masjidil Haram, juga karena adanya pembangunan pada saat itu sehingga terkadang tiba-tiba ada jalan yang di tutup, atau ntah karena ada niat kami yang salah sehingga mengalami kejadian ini. Kami kesasar.
Berawal dari setelah Umrah pertama, kami berniat untuk turun kembali ke pelataran Ka'bah untuk tawaf dan berfoto (mungkin ini yang salah). Mungkin karena di tutup, jalan yang kami lewati tadi gak ada. Kami mencari terowongan yang menghubungkan pelataran ka'bah dan bukit Safa, kok gak ada? Kami cari tangga turun dari dalam masjid ke pelataran, kok gak ada juga? Kami sampai muter 2x di lantai 2, dan akhirnya menyerah kembali ke hotel. Setelah sholat ashar, kami mencoba lagi sambil menunggu maghrib, dan hasilnya kami malah sampai ke roof top Masjidil Haram, ke lantai dasar, bahkan keluar melalui pintu lain dari bangunan baru.

Hari itu, harus ikhlas bisa foto depan ka'bah dari lantai 2, dan balik hotel dengan kaki cenat-cenut karena kita muterin Masjidil Haram.
Hari kedua, diawali dengan tour atau ziarah (?).
Jabal Tsur
Museum Ka'bah
Jabal Rahmah-Padang Arafah
Dan ditunjukkan ke beberapa tempat bersejarah lainnya yang agak-agak lupa karena cuma lewat. Berakhir di Masjid Hudaibiyah untuk ambil miqot Umroh Kedua.
Sampai di Masjidil Haram sudah menjelang waktu dhuhur, cuaca panas banget. Jujur, walaupun panas aku lebih suka tawaf daripada sai, ntah kenapa sai lebih bikin kaki cenat-cenut daripada tawaf. Padahal di ruangan ber-AC, dingin, sejuk, bahkan lantai pun dingin, tapi aku harus berhenti beberapa kali karena kaki sakit banget saat sai. Karena sudah tiba waktu dhuhur, terpaksa kami sholat dhuhur di atas bukit Marwa, kemudian baru melanjutkan sai kami.
Hari itu, kami memuaskan diri seharian di Masjidil Haram setelah umroh. Mencoba merasakan tawaf setelah sholat Maghrib yang bener-bener penuh sesak.

Malemnya disempetin ketemu Kak Hesty, temen kantor bebeb yang juga umroh, cuma dia ke Madinah dulu.
Miqot Umroh ketiga
Hari ketiga, waktu bebas. Tapi kami gunakan untuk umroh yang ketiga. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu karena sudah berada di tanah haram, ngapain ke mall yang di tanah air juga ada. Umroh terakhir sebelum besok ke Madinah, akhirnya bebeb mau di gundul juga.
Di hari kedua, sempat berujung dempet-dempetan, serobot-serobotan, dan dimarahin askar perempuan karena pengen sholat maghrib di dekat ka'bah. Karena tempat dekat ka'bah yang khusus perempuan hanya sedikit, dan penuh banget. Akhirnya hari terakhir, pengen banget ngerasain sholat deket ka'bah, jadilah dari setelah sholat ashar cari tempat di dekat ka'bah khusus perempuan. Panas-panas dijabanin deh daripada tempat di serobot orang, sambil tadarus menunggu sholat maghrib. Dan masyaallah rasanya bisa sholat bener-bener lurus ka'bah, dengerin adzan sambil liat ka'bah dengan jelas. 

Bahkan Mas Ipan pun juga berusaha bisa sholat persis di depan ka'bah, yang berarti dia berada di shaf pertama di seluruh dunia. Dari setelah ashar, orang-orang sudah bikin pagar betis dari shaf pertama, siku bergandengan dengan siku orang lain agar tidak bisa diserobot orang. Dorong-dorongan, keadaan rusuh, aku tau sendiri karena sorenya sebelum ashar aku sempat melihat.
Setelah tawaf, kami berusaha untuk mencium hajar aswat, tapi kami terjebak di pagar betis shaf pertama itu. Di dekat hajar aswat, keadaan semakin rusuh, kakiku udah kayak gak nginjek tanah karena dorong-dorongan, napas mulai sesak terhimpit orang kaukasoid dan negroid yang tinggi besar gak sebanding dengan aku yang bertubuh kecil ini. Dan sebelnya lagi, Mas Ipan gak tau ada dimana, dia gak bisa ngelindungin aku yang sudah terlanjur kehimpit orang-orang besar. Setelah di toleh dia ada di belakang cuma julurin tangannya. Allohuakbar.. aku sudah hampir mati rasanya susah napas, dia anteng aja. Duh, cobaannya umroh sama suami pasti ada aja katanya yang bikin emosi. Akhirnya aku nyerah, dan berusaha keluar sendiri dari keadaan super rusuh itu. Keluar pun dengan susah payah, karena maju ke dorong, mundur pun gak bisa, akhirnya nyoba ngikutin arus tawaf sambil pelan-pelan keluar menjauh, dan berhasilnya sudah dekat Hijr Ismail (jauh dari lokasi rusuh). Ternyata Mas Ipan berhasil nyium Hajar Aswat dengan antri di pinggirnya dan dibantu orang dari satu rombongan yang juga barengan nyium Hajar Aswat.
 
Maghrib Mas Ipan berhasil sholat di shaf pertama, cuma agak jauh dari pengimaman. Tapi isya dia berhasil sholat dekat di belakang Imam.
Kalo gak hari kedua atau hari ketiga, kami berangkat jam 3 pagi untuk berusaha sholat di Hijr Ismail, yang merupakan bagian ka'bah sehingga seperti sholat di dalam ka'bah. Juga salah satu tempat mustajab untuk berdoa. Masuk pun susah, dorong-dorongan, kalo gak bawa temen, bakal susah sholat disana, karena harus ada yang melindungi waktu kita sholat. Mau cari tempat sholat pun bingung karena orang keluar masuk, bahkan ada yang gak keluar-keluar, sedangkan yang masuk juga semakin banyak. Tiba-tiba ada bapak-bapak setengah baya dari Indonesia juga dari wajah dan bahasanya, langsung memberikan tempat dan mengajari Mas Ipan buat melindungi aku dulu saat sholat. Setelah Mas Ipan sholat dan puas berdoa disana, kami berterima kasih pada bapak itu, semoga Alloh yang balas ya pak.
Hari keempat, Tawaf Wada atau Tawaf perpisahan.
Semoga kami bisa diundang kembali ke rumah-Mu Ya Allah..
Setelah Tawaf Wada, rombongan langsung menuju ke Madinah, mampir dulu ke Balad Qornish, tempat perbelanjaan di Jeddah yang katanya murah. Tapi ya gimana-gimana harus tetep nawar, karena penjual-penjualnya pinter-pinter bener ngerayunya pake bahasa Indonesia pula, bahkan ada yang bisa pake bahasa Jawa karena pernah di Surabaya haha.

Setelah itu ke Masjid Terapung, karena surut ya gak keliatan terapung, keliatan tiangnya tuh.
Sesampainya di hotel Madinah langsung makan malam. Dan rombongan janjian untuk ke Raudah malam itu juga, sekitar jam 9 malam.
Di Madinah kami dapat mutawif perempuan yang bakal nuntun kita untuk bisa sampai di Raudah. Kita sudah antri lama banget malem itu (sampe di hotel jam 11 malem, berarti kan sudah 2jam antri), tapi ntah kenapa akhirnya rombongan wanita batal masuk ke Raudah malem itu. Kalo gak salah katanya Raudah sudah ditutup, atau rombongan dari Indonesia tidak boleh masuk karena bukan waktunya. Ntahlah, waktu itu gak begitu jelas karena aku gak begitu denger dan sebenernya masih bus-lag lama di perjalanan Mekkah-Madinah. Jadi agak pusing, telinga berdengung, rombongan berangkat ikut berangkat, rombongan balik ikut balik, lemes pokoknya.
Beda sama Masjidil Haram, di Masjid Nabawi laki-laki dan perempuan benar-benar terpisah dari sejak pagar masuk. Paling-paling cuma bisa janjian sama suami di depan pagar nomer 25 waktu itu.
Setelah sarapan, rombongan wanita janjian lagi mau ke Raudah. Dan ternyata bener, antrian dibeda-bedakan menurut asal negara. Ada askar-askar wanita yang bawa papan bertuliskan nama negara atau ras, ntah ya karena gak semua nama negara ada. Mungkin tujuannya biar yang ras-ras kecil macem indonesia gak kegencet sama orang-orang besar dari ras kaukasoid atau negroid.
Sedikit-sedikit antrian itu dipersilahkan masuk sesuai urutan, tapi ya namanya manusia banyak banget yang gak sabaran, bukan antriannya pun ikut lari-larian masuk (terutama orang-orang arab sendiri). Sampe tu askar-askar teriak-teriak marah-marah. Orang indonesia mah kecil-kecil, banyak takutnya jadi diem aja ngikutin antrian.
Setelah berjam-jam nunggu, akhirnya giliran rombongan kita boleh masuk. Ternyata eh ternyata, setelah pintu (atau penghalang yang dibikin askar) masih ada antrian lagi untuk masuk Raudah. Kita udah di depan Raudah persis, tapi masih gak dibolehin masuk harus antri lagi dan itu lama banget. Berkali-kali kami diserobot orang yang masuk duluan, lama-lama emosi dong, gak sabar juga.
Mutawif kami ngatur strategi supaya kita cari pasangan 2 orang, terus pura-pura deh tuh jalan ke luar antrian ntah jalan kemana, setelah askar yang jagain kita di depan itu gak lihat, kita lari masuk Raudah. 2 orang lolos, 2 orang selanjutnya lolos, dicoba 4 orang langsung tapi jalannya berpencar ke kanan dan yang lainnya ke kiri, lolos juga. Giliran aku dan temenku Astra, eh diteriakin askar, ntah yang diteriakin itu kita atau orang setelah kita, yang jelas kita langsung kabur lari secepat mungkin dan berhasil masuk Raudah.
Raudah (di bagian laki-laki)
Dan di Raudah? Chaos!
Banyaknya orang yang masuk, tapi gak ada yang mau keluar, sedangkan tempatnya sedikit. Namanya cewek, wanita, perempuan, buibu, mak emak kumpul jadi satu, dorong-dorongan ya pasti sambil teriak-teriak, rusuh banget. Ketemu sama rombongan yang awal lolos tadi langsung gandengan buat masuk nerobos kekacauan itu. Sangking himpit-himpitannya aku gak bisa lihat karpet yang mana karpet hijaunya.
Si Astra udah bilang, "Disini udah karpet hijau Qis, kamu sholat duluan aku jagain". Tapi aku masih kekeuh belum karpet hijau karena gak kelihatan. Eh ternyata bener udah karpet hijau, dan aku langsung sholat 2 rokaat yang gak bisa khusyuk karena walopun udah dijagain gak lepas dari kedorong atau bahkan di lewatin orang di depan kita. Giliran Astra sholat, aku jagain sambil doa dan nglihat sekeliling yang kacau itu. Banyak orang yang sengaja bawa kursi dan duduk dilama-lamain disana. Banyak juga orang yang gak keluar-keluar dari sejak awal masuk, sedangkan masih banyak yang masuk dan akhirnya makin sempit, makin gak ada ruang untuk sholat bahkan berdiri aja kegencet. Ntahlah, namanya manusia sudah diqodar punya salah satu sifat setan, yaitu egois.
Setelah keluar dari Raudah
Rombongan sudah sholat semua, doa sambil berdiri pun cuma sebentar, karena rombongan sudah ngajak keluar karena gak kuat di tempat yang makin penuh sesak itu. Mau keluar pun sulit banget, bahkan untuk bergerak maju susahnya subhanalloh. Setelah keluar, baju jadi lusuh, muka awut-awutan, jilbab porak poranda hahahah bener-bener kayak abis keluar dari medan pertempuran.

Pulang ke hotel sebentar untuk wudhu dan kemudian balik untuk sholat dhuhur. Si bebeb sempat tanya, "di tempat cewek kok rame banget sih? Ada apa memangnya?". Ada medan pertempuran. Gak tau aja dia, karena di tempat laki-laki mah tertib, walaupun desak-desakan mungkin gak sebrutal buibu yang kayak kesetanan.
Mungkin karena di tempat wanita Raudah hanya dibuka untuk waktu-waktu tertentu, jadi jumlahnya membludak gitu. Sedangkan di tempat pria, bahkan saat sholat fardhu pun pria bisa sholat di Raudah, kayak bebeb yang berkali-kali bisa sholat wajib tepat di Raudah.
Kubah Hijau yang menandakan letak makam Rasulullah SAW dan Khalifah Abu Bakar serta Umar bin Khatab.
Tampak dalam Masjid Nabawi, Makam Rasulullah SAW, khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khatab
Sebenernya gak ada di jadwal, setelah ashar beberapa orang dari rombongan gak sengaja ketemu sama Mutawifnya dan usul gimana kalo jalan-jalan ke Museum Asmaul Husna dan Museum Nabi Muhammad S.A.W. yang ada dipinggir sekitar Masjid Nabawi. Pada saat itu sepertinya Museum baru jadi dan baru buka, karena terlihat masih banyak perbaikan, tampilannya juga seadanya dan asal-asalan, tapi sudah lumayan bagus sih jadi gak nyesel kesana.
Di Museum Asmaul Husna ada 99 Nama Allah S.W.T.  yang biasa kita sebut sebagai Asmaul Husna, ditampilkan dengan gambar yang disesuaikan dengan penjelasan nama tersebut. Ada beberapa nama Allah yang bahkan dijelaskan panjang lebar oleh tour guide dalam museum.
Dinding luar Museum Asmaul Husna
Ya karena kamera dan handphone yang gak mumpuni untuk foto di ruangan gelap, jadi gak ada foto yang ada di dalam Museum yang bagus. Karena ruangannya gelap, untuk menampilkan gambaran dengan lampu lebih jelas.
Untuk Museum Nabi Muhammad S.A.W. lebih kecil dan lebih seadanya (saat itu). Cuma ada beberapa diorama dan gambar tentang sejarah Nabi Muhammad, dari beliau lahir, bentuk rumahnya, dan sebagainya yang (saat itu) tidak menarik untuk dilihat berlama-lama, sehingga rombongan hanya sekedar lewat saja.
Kemudian dilanjut ziarah ke makam Baqi atau makam para sahabat. Karena memang terkunci (pagar yang dekat Masjid) jadi kami hanya bisa melihat dari luar dan dari sela-sela pagar. Beberapa orang dari rombongan ada yang rela memutar jauh untuk bisa melihat makam Baqi lebih jelas. Makam yang hanya seperti tanah lapang dan beberapa batu sebagai tanda ada makam disitu. Ingat ya.. Tidak ada gundukan apalagi kijing, sunahnya memang seperti itu. 
Hari keenam, pagi-pagi kami bertolak dari hotel untuk melanjutkan tour Madinah. Diawali ke Masjid Quba untuk melaksanakan sholat sunah 2 rokaat. 
Hanya diberi waktu sebentar saja. Setelah semua rombongan melaksanakan sholat, bis langsung melanjutkan perjalanan. Melewati Masjid Jum'ah (masjid yang sering dipakai Jumatan oleh Nabi), Masjid Qiblatain (masjid 2 kiblat, yang sebelumnya kiblat menghadap Masjidil Aqsa kemudian Nabi Muhammad diwahyukan oleh Allah untuk merubah kiblatnya menghadap Masjidil Haram), dan beberapa tempat bersejarah lainnya yang hanya ditunjukkan sambil jalan saja (di dalam bis). Karena memang tidak semua dibuka untuk umum dan mungkin mengejar waktu juga.
Sempat ke Perkebunan kurma dan Pasar Kurma, banyak orang borong beli kurma disana, padahal lebih mahal (menurut kami). Jadi kami hanya berkeliling sambil incip kurma sedikit-sedikit.
Kemarin sebetulnya aku sudah beli cokelat di luar masjid Madinah, setiap selesai sholat fardhu banyak orang jualan di luar masjid, kayak pasar kaget gitu. Sebelum ditawar mereka sudah kasih harga murah, kalo bisa nawar bisa dapat lebih murah lagi. Aku beli cokelat di anak kecil yang jual cokelat kiloan gitu. Oiya, pokoknya lebih teliti juga kalo beli, karena kami sempat ketipu juga, jadi beli hiasan dinding 6 pcs, tapi gantungannya cuma dikasih 3 coba 😑. Karena mereka mau lari saat askar atau satpol PP datang. Jadi memang sebenernya gak boleh jualan di luar masjid (kecuali yang ada tokonya, sedangkan mereka emperan gitu), untung-untungan kalo ada pasar kaget, kadang juga gak ada sama sekali. Nasib gantungannya gimana? Akhirnya kita beli gantungannya doang di toko, ya mau gimana lagi, daripada ngasih ke orang tapi gak bisa digantungin kan ya.
Kemudian lanjut ke Jabal Uhud, panas banget. Sudah siang, terik-teriknya matahari dibawa ke gunung (walaupun lihat dari jauh aja sih). Banyak orang ngantri beli es krim, dan ternyata banyak orang jual kurma yang lebih murah dari di pasar kurma. Banyak orang borong kurma lagi, dan aku baru beli kurma disini. Maklum ya uang saku mepet, jadi cari yang murmer buat oleh-oleh, yang penting aseli dari Madinah hehe.
Ternyata tour selesai smpai disitu, kami kembali ke hotel untuk ibadah sendiri-sendiri di Masjid Nabawi atau mencari oleh-oleh, pokoknya bebas. Beberapa orang (1 bus) memilih lanjut ke Gunung magnet, kami mending ibadah aja deh (padahal juga sayang banget kalo uangnya dipake buat ikut ke gunung magnet hehe, bayar lagi soalnya).
Di sela-sela sholat kami cari oleh-oleh lagi, ya karena kalo di Masjidil Haram setelah sholat kami bisa tawaf, sedangkan kalo di Masjid Nabawi ya sudah tidak ada kegiatan lagi kecuali ke Raudhah, sedangkan aku sudah putus asa kalo mau ke Raudhah sendiri gak mungkin bisa, harus ada temen untuk saling jaga kan. Jadi kami keliling ke toko-toko di sekitar Masjid Nabawi untuk beli oleh-oleh yang belum terbeli.
Oiya, hotel di Madinah ini deket banget sama Masjid Nabawi, jadi kalo mau bolak-balik hotel-masjid itu deket dan gak makan waktu. Kalo di Mekkah, mending gak balik hotel daripada capek di jalan. Subuh di Madinah kami sempat ketiduran dan baru berangkat saat sudah adzan subuh, sudah lari-larian tapi cuma bisa sholat di teras masjid karena sudah gak bisa masuk ke dalam masjid, tapi masih keburu untuk ikut sholat berjamaah subuhnya, kalo di Mekkah, gak mungkin banget keburu karena hotelnya jauh, jadi harus berangkat satu jam sebelum adzan, karena perjalanan sambil cari tempat juga di masjid, gak mungkin bisa masuk masjid kalo sudah adzan.
Malam pun kami coba-coba blusukan ke pasar dekat situ untuk cari oleh-oleh yang belum terbeli karena ini malam terakhir kami di Madinah, sekalian agar semua bisa masuk koper malam ini juga. Iya, semua untuk oleh-oleh, bahkan aku sendiri cuma beli cincin mainan 1pc dengan harga 2 Riyal. Cukup bagiku bisa ibadah di rumah Allah beserta semua kenangannya. ☺
Walaupun sudah beli beberapa oleh-oleh (gak banyak juga), koper kami masih banyak ruangan kosong. Koper dari biro perjalanan besar banget, awalnya terpikir untuk bawa 1 koper aja, tapi kalo oleh-olehnya banyak gimana? Ya udah deh dibawa dua-duanya walaupun isinya gak sampai sepertiga koper. Padahal kami bawa mie instan cup segala, ini pelajaran ya.. Kalo umroh (apalagi pake biro perjalanan) gak usah bawa makanan atau cemilan karena makanan dan cemilan terjamin bahkan melimpah ruah. Beda sama Haji yang harus cari makan sendiri beberapa hari. Jadilah itu mie instan cup terpaksa dimakan di malam terakhir, walaupun ada 1 mie instan yang dibawa balik pulang.
Setelah sholat dhuhur rombongan check-out hotel dan langsung menuju ke bandara untuk kembali ke tanah air. Sampai di bandara sore, tapi delay berjam-jam sampai hampir tengah malam. Uang (riyal) kami sudah habis, tinggal recehan yang cuma bisa dibelikan cemilan, jadi itulah yang kami makan untuk mengganjal perut lapar. Di pesawat baru deh dikasih makan, padahal sudah tengah malam.
Sampai di Indonesia sudah agak siang, kami pulang sendiri naik grab car. Ibu (mertua) sempat nangis karena tau kami berangkat dan pulang sendiri ke bandara karena memang gak ada sanak saudara yang dekat (saat itu). Tapi kami gak masalah, yang penting kan ibadahnya, sudah bersyukur banget kami diberikan bisa ibadah umroh berdua, semoga umroh kami mabrur, doa-doa kami diijabah, dan bisa kembali bertamu lagi ke rumah Allah. Amiin.
Allahumma ballighna Makkata wal Madiinata wal 'Arafata wa Rzuqnal hajjal mabruur. Amiin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengalaman Melahirkan Anak Kedua dengan Metode ERACS

 Beberapa hari sebelum lahiran, ada video viral seorang artis yang mengaku 2 jam setelah melahirkan secara C-section sudah bisa duduk, 4 jam...